Kamis, 27 September 2012

Flora Normal Kulit Penyebab Dermatitis Seboroik


Kata “dermatitis” berarti adanya inflamasi pada kulit. Ekzema merupakan bentuk khusus dari dermatitis. Beberapa ahli menggunakan kata ekzema untuk menjelaskan inflamasi yang dicetuskan dari dalam pada kulit. Prevalensi dari semua bentuk ekzema adalah 4,66%, termasuk dermatitis atopik 0,69%, eczema numular 0,17%, dan dermatitis seboroik 2,32% yang menyerang 2% hingga 5% dari penduduk.1-3

Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic eczema merupakan penyakit yang umum, kronik, dan merupakan inflamasi superfisial dari kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak, bercak merah dengan berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah inflamasi pada kulit kepala, muka, dan telinga. Daerah lain yang jarang terkena, seperti daerah presternal dada. Beberapa tahun ini telah didapatkan data bahwa sekurang–kurangnya 50% pasien HIV terkena dematitis seboroik. Ketombe berhubungan juga dermatitis seboroik, tetapi tidak separah dermatitis seboroik. Ada juga yang menganggap dermatitis seboroik sama dengan ketombe.
Prevalensi dermatitis seboroik sebanyak 1% - 5% populasi. Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita. Penyakit ini dapat mengenai bayi sampai dengan orang dewasa. Pada bayi terjadi pada usia 3 bulan, sedangkan pada dewasa  sering terjadi pada usia 30-60 tahun.
A.    Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic eczema merupakan penyakit yang umum, kronik, dan merupakan inflamasi superfisial dari kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak, bercak merah dengan berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah inflamasi pada kulit kepala, muka, dan telinga. Daerah lain yang jarang terkena, seperti daerah presternal dada. Beberapa tahun ini telah didapatkan data bahwa sekurang–kurangnya 50% pasien HIV terkena dematitis seboroik. Ketombe berhubungan juga dermatitis seboroik, tetapi tidak separah dermatitis seboroik. Ada juga yang menganggap dermatitis seboroik sama dengan ketombe.
DS adalah dermatosis papuloskuamosa kronik yang biasanya mudah ditemukan pada tempat-tempat seboroik. Penyakit ini dapat menyerang anak-anak paling sering pada usia di bawah 6 bulan maupun dewasa. DS dikaitkan dengan peningkatan produksi sebum pada kulit kepala dan folikel sebasea terutama pada daerah wajah dan badan.
Prevalensi dermatitis seboroik sebanyak 1% - 5% populasi. Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita. Penyakit ini dapat mengenai bayi sampai dengan orang dewasa. Pada bayi terjadi pada usia 3 bulan, sedangkan pada dewasa  sering terjadi pada usia 30-60 tahun.
Berdasarkan letak kelainan kulit  DS dibagi menjadi tiga area yaitu: kepala, wajah dan badan.
Dermatitis seboroik pada kepala dapat terjadi pada dewasa maupun bayi. Pada dewasa DS yang  sering muncul berupa   ketombe atau pitiriasis sika dan pitiriasis steatoides. Pitiriasis Sika merupakan bentuk dermatitis seboroik paling ringan. Keluhan berupa  gatal di kulit kepala disertai dengan munculnya kerak/skuama putih yang menempel di kulit kepala. Pitriasis Oleosa (Pityriasis steatoides) merupakan DS pada daerah berambut, dijumpai skuama yang berminyak dengan warna kekuning-kuningan sehingga rambut saling melengket; kadang-kadang dijumpai krusta.. Kondisi ini dapat  menyebabkan rambut rontok, sehingga terjadi alopesia. Perluasan bisa sampai ke belakang telinga. Bila meluas, lesi dapat sampai ke dahi, disebut Korona seboroik.

B.     Penyebab Dermatitis Seboroik
Flora Normal Pityrosporum ovale kemungkinan merupakan faktor penyebab. Banyak percobaan telah dilakukan untuk menghubungkan penyakit ini dengan mikroorganisme tersebut yang juga merupakan flora normal kulit manusia. Pertumbuhan P. Ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metaboliknya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena jamur itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Akan tetapi, faktor genetik dan lingkungan diperkirakan juga dapat mempengaruhi onset dan derajat penyakit.
Penelitian–penelitian melaporkan adanya suatu flora normal kulit yaitu lipofilik, pleomorfik, Malasssezia ovalis (Pityrosporum ovale), pada beberapa pasien dengan lesi pada kulit kepala. P. ovale dapat didapatkan pada kulit kepala yang normal. Ragi dari genus ini menonjol dan dapat ditemukan pada daerah seboroik pada tubuh yang kaya akan lipid sebasea, misalnya kepala dan punggung. Pertumbuhan P. ovale yang berlebihan dapat mengakibatkan reaksi inflamasi, baik akibat produk metabolitnya yang masuk ke dalam epidermis maupun karena sel flora normal itu sendiri melalui aktivasi sel limfosit T dan sel Langerhans. Hubungan yang erat terlihat karena kemampuan untuk mengisolasi Malassezia pada pasien dengan DS dan terapinya yang berefek bagus dengan pemberian anti jamur.
Bagaimanapun, beberapa faktor (misalnya tingkat hormon, infeksi jamur, defisit nutrisi, dan faktor neurogenik) berhubungan dengan keadaan ini. Adanya masalah hormonal mungkin dapat menjelaskan mengapa keadaan ini muncul pada bayi, hilang secara spontan, dan muncul kembali setelah puberitas. Pada bayi dijumpai hormon transplasenta meninggi beberapa bulan setelah lahir dan penyakitnya akan membaik bila kadar hormon ini menurun. Juga didapati bahwa perbandingan komposisi lipid di kulit berubah. Jumlah kolesterol, trigliserida, parafin meningkat dan kadar sequelen, asam lemak bebas dan wax ester menurun. Keadaan ini diperparah dengan peningkatan keringat. Stres emosional memberikan pengaruh yang jelek pada masa pengobatan. Obat–obat neuroleptik seperti haloperidol dapat mencetuskan dermatitis seboroik serta faktor iklim. Lesi seperti DS dapat nampak pada pasien defesiensi nutrisi, contohnya defesiensi besi, defesiensi niasin, dan pada penyakit Parkinson. DS juga terjadi pada defesiensi pyridoxine

C.    Gejala Klinis Dermatitis Seboroik
Dermatitis seboroik adalah suatu penyakit dengan gambaran berbagai variasi klinis. Secara garis besar gejala klinis DS bisa terjadi pada bayi dan orang dewasa. Pada bayi ada 3 bentuk, yaitu cradle cap, glabrous (daerah lipatan dan tengkuk) dan generalisata (penyakit Leiner) yang terbagi menjadi familial dan non-familial. Sedangkan pada orang dewasa, berdasarkan daerah lesinya DS terjadi pada kulit kepala (pitiriasis sika dan inflamasi), wajah (blefaritis marginal, konjungtivitis, pada daerah lipatan nasolabial, area jenggot, dahi, alis), daerah fleksura (aksilla, infra mamma, umbilicus, intergluteal, paha), badan (petaloid, pitiriasiform) dan generalisata (eritroderma, eritroderma eksoliatif). Distribusinya biasanya bilateral dan simetris berupa bercak ataupun plakat dengan batas yang tidak jelas, eritema ringan dan sedang, skuama berminyak dan kekuningan
Selama bayi, ada tiga bentuk khas yang terjadi, yaitu : Secara klinis, cradle cap muncul pada minggu ketiga sampai minggu keempat dua gambarannya berupa eritema dengan skuama seperti lilin pada kulit kepala. Bagian frontal dan parietal berminyak dan sering menjadi krusta yang menebal tanpa eritema. Skuama dengan mudah dapat dihilangkan dengan sering menggunakan sampo yang mengandung sulfur, asam salisil, atau keduanya (misalnya sampo Sebulex atau sampo T-gel). Dermatitis seboroik pada bayi dapat meluas ke wajah, badan, diaper area dan daerah fleksura.
Yang jarang adalah bentuk generalisata yang dikenal dengan nama penyakit Leiner atau eritroderma desquativum. Penyakit ini ada dua bentuk, familial dan non-familial. 7,8, 17
Dermatitis seboroik pada orang dewasa juga memberikan gambaran yang berminyak dengan eritema, krusta, dan skuama, dan meliputi kulit kepala, wajah, aurikularis, daerah fleksura, dan badan. Pada kulit kepala, merupakan tempat tersering dijumpai skuama yang berminyak dengan warna kekuningan sehingga rambut saling lengket dan kadang–kadang dijumpai krusta (Pityriasis steatoides), dandruff/ Pitiriasis sika (skuama kering dan berlapis–lapis dan sering lepas sendiri) adalah manifestasi awal DS pada umumnya. Diawali dengan noda kecil dan secara cepat menyerang kulit kepala. Tahap berikutnya eritema perifolikuler dan skuama yang meluas menjadi bercak yang berbatas tegas dan diskret atau meliputi sebagian besar kulit kepala dan di luar batas tumbuh rambut pada bagian frontal kepala (disebut korona seboroik). Jenis seboroik ini menyebabkan rambut rontok, sehingga terjadi alopesia dan rasa gatal.
Pada daerah wajah, skuama berlapis dapat dilihat bercak skuama yang kuning. Kelopak mata eritema dan granular (blefaritis marginal) yang sering dijumpai pada wanita dan kadang–kadang injeksi konjungtiva. Kelopak mata daerah kekuningan, skuama halus, batasnya tidak jelas, dan kadang–kadang disertai rasa gatal. Jika menyerang glabella, terdapat kulit yang pecah dan bagian tengahnya mengerut disertai skuama halus dengan dasar yang eritema. Pada lipatan nasolabial dan alae nasi terdapat skuama kekuningan dan kadang–kadang disertai fissure. Pada laki–laki, folikulitis dapat terjadi pada kelopak mata bagian atas. Hal ini sering dijumpai pada laki–laki yang sering mencukur janggut dan kumisnya. Seboroik muka di daerah jenggot disebut sikosis barbe.
Pada daerah badan yang mengenai daerah preseternal, interskapula, ketiak, inframamma, umbilicus, krural (lipatan paha, perineum, dan nates) beberapa bentuk DS dapat terjadi, yang paling sering adalah bentuk petaloid dan sering terlihat pada dada bagian depan dan daerah interskapular. Lesi awal kecil, papul folikular yang berwarna merah kecoklatan ditutupi dengan skuama yang berminyak, tapi lesi yang lebih sering adalah papul folikular dan bercak multipel dengan skuama halus di tengah dan skuama berminyak serta papul merah gelap di bagian pinggir. Pada badan, bentuk lainnya adalah pitiriasiform yang terdiri dari papulosquamous oval, disertai pitiriasis rosea.
Bentuk yang terakhir adalah generalisata, yaitu eritroderma dan eritroderma eksfoliatif

D.    Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien dermatitis seboroik adalah pemeriksaan histopatologi walaupun gambarannya kadang juga ditemukan pada penyakit lain, seperti pada dermatitis atopik atau psoriasis. Gambaran histopatologi tergantung dari stadium penyakit. Pada bagian epidermis. Dijumpai parakeratosis dan akantosis. Pada korium, dijumpai pembuluh darah melebar dan sebukan perivaskuler. Pada DS akut dan subakut, epidermisnya ekonthoik, terdapat infiltrat limfosit dan histiosit dalam jumlah sedikit pada perivaskuler superfisial, spongiosis ringan hingga sedang, hiperplasia psoriasiform ringan, ortokeratosis dan parakeratosis yang menyumbat folikuler, serta adanya skuama dan krusta yang mengandung netrofil pada ostium folikuler. Gambaran ini merupakan gambaran yang khas. Pada dermis bagian atas, dijumpai sebukan ringan limfohistiosit perivaskular. Pada DS kronik, terjadi dilatasi kapiler dan vena pada pleksus superfisial selain dari gambaran yang telah disebutkan di atas yang hamper sama dengan gambaran psoriasis

E.     Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Pada berbagai gejala dari gambaran klinis yang ditemukan pada dermatitis seboroik juga dapat dijumpai pada dermatitis atopik atau psoriasis, sehingga diagnosis sangat sulit untuk ditegakkan oleh karena baik gambaran klinis maupun gambaran histologi dapat serupa. Oleh sebab itu, perlu ketelitian untuk membedakan DS dengan penyakit lain sebagai diferensial diagnosis. Psoriasis misalnya yang juga dapat ditemukan pada kulit kepala, kadang disamakan dengan DS, yang membedakan ialah adanya plak yang mengalami penebalan pada liken simpleks

A.    Kesimpulan
Dermatitis seboroik (DS) atau Seborrheic eczema merupakan penyakit yang umum, kronik, dan merupakan inflamasi superfisial dari kulit, ditandai oleh pruritus, berminyak, bercak merah dengan berbagai ukuran dan bentuk yang menutup daerah inflamasi pada kulit kepala, muka, dan telinga. Daerah lain yang jarang terkena, seperti daerah presternal dada
Flora Normal Pityrosporum ovale kemungkinan merupakan faktor penyebab. Penelitian–penelitian melaporkan adanya suatu flora normal kult yaitu lipofilik, pleomorfik, Malasssezia ovalis (Pityrosporum ovale), pada beberapa pasien dengan lesi pada kulit kepala.

B.     Saran
Bila sudah ada tanda-tanda ketombe, sebaiknya segera ditangani. Sebab, infeksi yang berat dapat menyebabkan kebotakan permanent, yang tentunya sangat mengganggu kaum perempuan. Penanganan pada ketombe pada prinsipnya adalah dengan menurunkan jumlah produksi lemak dan menormalkan jumlah flora normal di kulit kepala. Caranya dengan mencuci rambut setiap hari dengan sampo antiketombe yang mengandung selenium sulfide atau zinc pyrithion dan memberikan obat antijamur, yang dapat berupa obat minum maupun obat topical (dioleskan langsung pada tempat terkena). 

Tidak ada komentar: